Pagi ini saya membaca sebuah keluhan temen saya yang
di-share di grup WA, pada usianya yang tidak muda lagi, dia marasa bahwa kehidupan
tidak adil dan tidak berpihak padanya. “nasib-nasib, sudah tua masih
nenteng-nenteng tas seperti ini”. Setahu saya dia adalah seorang Tour guide
dari sebuah perusahaan travel, tugasnya adalah mengatur jadwal dan memastikan
semua pelanggan mendapatkan pelayanan dengan baik selama melakukan perjalanan
wisata. Nah dalam memastikan pelanggan nyaman, maka semua hal tetek bengek
termasuk tas adalah urusan travel, pelanggan tahunya bersenang-senang menikmati
perjalanan. Menurut saya tidak ada yang salah dengan profesi yang dia jalani
saat ini. Pilihannya ada 2, pertama, mensyukurinya atau kedua mencari profesi
lain yang menurutnya lebih baik. Tapi untuk pilihan kedua tentu harus
disesuaikan dengan kompetensi yang dia miliki.
Kalau kita berbicara Takdir dan Nasib, hal ini adalah
dua hal yang berbeda. Takdir sudah ditentukan oleh Tuhan sang pemberi hidup,
sedangkan nasib 100% tergantung dari upaya yang dilakukan oleh masing-masing
pribadi. Apa yang dialami saat ini adalah sebuah nasib, apa yang menimpa kita
saat ini adalah buah dari upaya yang kita lakukan selama ini.
Kembali kepada keluhan temen saya di atas, mungkin
saja Tuhan tidak mentakdirkan dia sebagai pembawa tas pelanggan di usianya
sekarang, tapi nasib yang dia ciptakan dari akumulasi usaha yang sudah dia
lakukan selama ini hanya cukup untuk menjadikannya sebagai seorang pembawa tas.
Buddha pernah mengatakan “kita adalah wujud dari apa yang kita pikirkan selama ini”. Dalam
teori manajemen dijelaskan bahwa: informasi yang diterima akan mempengaruhi
pikiran, pikiran akan mempengaruhi tindakan dan tindakan menentukan hasil, dan
hasil adalah nasib. Jadi sejak kapan nasib yang menimpa kita mulai ditentukan? Betul
sekali, sejak kita mengisi otak kita dengan informasi. Informasi baik akan yang
selalu dimasukkan dalam otak akan terendap di pikiran bawah sadar yang pada
akhirnya akan membentuk pola pikir yang baik. Dan sebaliknya, ketika setiap
saat kita melihat pertikaian, menyimak orang saling menghujat di sosial media, melihat
penceramah yang selalu menyebar kebancian dan memprovokasi, sudah bisa ditebak,
apa isi pikiran kita? Maka tindakan kita tidak akan jauh dari
informasi-informasi buruk yang terakumulasi masuk dalam pikiran bawah sadar.
Transaksional
Saya beruntung memiliki kesempatan bekerja pada beberapa
perusahaan besar lebih dari 20 tahun, khususnya bekerja di dunia sales dan
marketing. Hal ini membuat saya kaya dengan skill, knowledge yang menjadi pengalaman
berharga. Tepatnya selama 23 tahun saya menjadi paham bagaimana cara melakukan
penjualan, bagaimana membuat laporan, bagaimana menjaga hubungan dengan
pelanggan, bagaimana membangun team penjualan yang tangguh, bagaimana membangun
sistem dan pada akhirnya bagaimana menciptakan keuntungan bagi perusahaan. 23
tahun waktu yang cukup panjang untuk sebuah proses pembelajaran, apalagi selama
ini saya berkesempatan bekerja di beberapa perusahaan dengan jenis bisnis dan
kultur yang berbeda-beda, semakin banyak hal yang bisa dipelajari.
Dalam kehidupan, karakter orang satu dengan yang
lainnya berbeda-beda, tapi secara garis besar bisa disederhanakan menjadi 2
golongan, yaitu golongan transaksional dan un-traksaksional (istilah saya sendiri).
Transaksional adalah ketika orang hitung-hitungan dan
selalu berpikir dari kacamata pribadi saat ini. Ada orang yang selalu bertanya “saya
dapat apa?”, “ini bukan tugas saya”, ‘ini bukan urusan saya”, dan lainnya….
Anda pernah menjuampai orang seperti ini? Sering atau sangat sering? Ini adalah
golongan pertama.
Golongan kedua adalah sebaliknya, un-transaksional.
Diberikan tugas 10, bisa saja dia mengerjakan 20 pekerjaan, sebagai karyawan bagian
admisnistrasi orang ini masih berpikir bagaimana saya bisa membantu team
penjualan, ketika melihat orang lain kesusahan dia selalu menawarkan bantuan,
dan seterusnya… tidak pernah bertanya “untungnya apa buat saya?”. Mereka memiliki
keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada yang sia-sia, mereka tahu bahwa kebaikan
akan berbuah kebaikan begitu pula sebaliknya.
Saya bersyukur Tuhan memasukkan saya pada golongan
kedua, dan sangat bersyukur atas hal ini. Beberapa kali temen-temen saya
mengingatkan saya agar tidak menggratiskan bantuan (yang bersifat skill), tapi
bagi orang golongan kedua seperti saya tidak melihat hal ini sebagai hal yang
gratis karena akan berbalas pada saatnya nanti.
Nasibku
saat ini
Ketika saya menjadi orang traksaksional, dipastikan
saya mengalami banyak kesulitan saat ini. Saya hanya akan mengetahui segala hal
yang berkaitan dengan jobdesk saja, yaitu bagaimana caranya jualan dan mengelola
pelanggan, itu saja. Jarang ada perusahaan yang menawarkan posisi di bidang
sales dan marketing untuk usia kepala 4, apalagi 4 lebihnya banyak… hehehehe
Beruntung saya ringan tangan dan tidak transaksional:
- Belajar design grafis otodidak.. hal ini saya lakukan atas dua hal, pertama karena tidak bisa mengandalkan staf design grafis yang antrian orderannya numpuk, yang kedua ternyata bisa design itu asyik. Dan saat ini saya bisa mendapatakan duit dengan mengerjakan design grafis
- Dalam jobdesk saya tidak ada tugas untuk melatih dan memberikan training, karena memang tugas tersebut sudah ada yang mengerjakan. Namun ternyata darah guru mengalir dalam diri saya, sehingga ada semangat berbagi. Dan saat ini saya bisa mendapatkan duit dengan menjadi seorang trainer
- Kebiasaan untuk membantu bagian lain.. saya ingat betul sifat saya ringan tangan membantu orang lain, membantu pekerjaan orang lain di luar jobdesk, memberi masukan tanpa diminta, bagi saya ini adalah sebuah kebaikan, sekaligus kesmepatan untuk belajar. Kebiasaan ini sekarang berbuah dan menghasilkan rupiah karena beberapa teman mempercayakan pengembangan perusahaan “business development-nya” kepada saya
- Di sela-sela bekerja, saya belajar menulis. Menulis risalah rapat, menulis laporan, dan yang paling keren adalah menulis artikel dan membuat blog (www.jokoristono.com). Kebiasaan menulis ini lama kelamaan terasah dan kemampuan dalam hal ini semakin baik. Saat ini berbuah sebuah buku setebal 470 halaman (sedang proses cetak) dan yang paling keren adalah mendapat orderan mengerjakan project penulisan konten website selama 1 tahun dari sebuah BUMN besar di Indonesia.
Bisa dibayangkan bagaimana nasib saya saat ini ketika
saya tumbuh sebagai orang yang hitung-hitungan atau transaksional.
Salam Smart Life
Joko Ristono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar