Yang paling membuat bingung adalah manusia. Karena dia mengorbankan
kesehatannya demi uang, dan dia mengorbankan uang demi kesehatan”. Lalu dia khawatir dengan masa depannya
sendiri, sampai-sampai dia tidak menikmati masa kini. Akhirnya dia tidak hidup
di masa depan, ataupun di masa kini. Dia hidup seakan-akan tidak akan mati,
lalu dia benar-benar mati tanpa menikmati apa arti hidupnya. – Dalai Lama
Dikisahkan, ada seseorang suatu hari pergi ke surga ditemani seorang
malaikat yang menunjukkan keadaan di surga. Mereka berjalan memasuki suatu
ruang kerja penuh dengan para malaikat. Malaikat yang mengantarnya berhenti di
depan ruang kerja pertama dan berkata, ”Ini
adalah Seksi Penerimaan. Di sini, semua permintaan yang ditujukan pada
Alloh diterima”. Terlihat tempat ini begitu sibuk dengan begitu
banyak malaikat yang memilah-milah seluruh permohonan yang tertulis pada kertas
dari manusia di seluruh dunia.
Seteah melalui koridor yang panjang, sampailah di ruang kerja kedua, Malaikat-ku
berkata, “Ini adalah Seksi Pengepakan
dan Pengiriman. Di sini kemuliaan dan nikmat yang diminta manusia diproses dan
dikirim ke manusia-manusia yang masih hidup yang memintanya”. Mereka
melanjutkan perjalanan lagi hingga sampai pada ujung terjauh koridor panjang
tersebut dan berhenti pada sebuah pintu ruang
kerja yang sangat kecil. Yang sangat mengejutkan orang itu, hanya ada satu malaikat
yang duduk di sana, hampir tidak melakukan apapun. “Ini adalah Seksi Pernyataan Terima Kasih”, kata Malaikat pelan. Orang
itu tampak malu.
“Bagaimana ini? Mengapa hampir tidak ada pekerjaan disini?”, tanyanya.
“Menyedihkan”, Malaikat menghela napas. ” Setelah manusia menerima
nikmat yang mereka minta, sangat sedikit manusia yang mengirimkan pernyataan
terima kasih”.
“Bagaimana manusia menyatakan terima kasih atas nikmat Allah?”,
tanyanya.
“Sederhana sekali”, jawab
Malaikat. “Yg paling sederhana dan ringan adalah cukup berkata, “Terima kasih, ya Allah”.
Sumber cerita: Mabruri Sirampog
Sebuah cerita sebagai ilustrasi
tentang bagaimana sikap kita dalam dalam berucap syukur dan berucap
terimakasih. Apakah Anda setuju? Mungkin contohnya terlalu ekstrim, tapi
setelah saya pikir-pikir demikianlah adanya.
Saya lupa berterimakasih atas udara
yang secara gratis saya hirup setiap detik kehidupan saya, bayangkan kalau saya
harus membayar dengan hitungan harga oksigen saat ini Rp 185 juta/hari atau Rp 5,5M
sebulan dan Rp 67,6M setahun. Saya lupa berterimakasih karena matahari bersinar
terang di Bogor hari ini, padahal tanpanya cucian akan menjadi bau karena tidak
kering. Andai saja pagi tadi Tuhan tidak mempersatukan lagi antara roh dan
jasad saya sehingga bisa bangun pagi dalam kondisi segar bugar, dan saya lupa
berterimakasih. Di musim hujan seperti saat ini, air sumur di rumah saya bisa
diambil menggunakan gayung saking berlimpahnya, kontras dengan banyak saudara
kita baik di Indonesia atau di belahan dunia lain yang melihat air sebagai
barang mewah, dan saya lupa berterimakasih. Bahkan saya lupa kapan terakhir
kali berobat untuk diri saya dan keluarga saya, sudah lama sekali rasanya, dan
saya lupa berterimakasih atas kesehatan yang kami terima
Kenikmatan
yang sudah seharusnya kita terima
Sebagian besar dari Kita sibuk dan
larut dalam rutinitas, sibuk mencari nafkah, berusaha memenangkan persaingan
dalam kehidupan yang keras ini. Badan dan pikiran tersita dan terjadwal begitu
rupa dalam aktivitas sehari – hari. Bangun tidur, mandi, sholat subuh, ke
stasiun, naik kereta, nyambung gojek, sampai di kantor, sarapan, cek email,
mulai aktivitas kerja (laporan ke bos, meeting panjang, diomelin klien, meeting
lagi), tahu-tahu sudah jam 8 malam, siap-siap pulang, jam 10 sampai rumah,
lihat TV sebentar, tidur, bangun pagi, mandi, sholat subuh, ke stasiun, ....
begitu seterusnya. Keterlarutan ini sering kali menyita kesempatan kita untuk
menyadari kenikmatan yang didapat yang seharusnya disyukuri.
Bangun pagi lupa bersyukur tidak
menyadari betapa besar karunia Tuhan mengijinkan kita bangun, karena buru-buru
harus segera mandi. Udara yang segar dan menyehatkan Tuhan hadirkan pagi itu
saat Anda berjalan menuju stasiun, tidak menyadari betapa sebuah kenikmatan
luar biasa, larut dalam jalan cepat kejar kereta. Di kereta pagi itu Anda
mendapatkan tempat duduk sehingga bisa melanjutkan tidur, lumayan 1 jam,
sementara berdiri di kereta itu menyita tenaga, Tuhan memberikan kenikmatan
tidur di kereta. Sampai di kantor ternyata ada 2 orang teman yang tidak masuk
kerja karena sakit, satu flu biasa, satunya lagi ambeien-nya kambuh, tapi pagi
itu langsung geber meeting, boro-boro bersyukur bahkan kita tidak menyadari
bahwa kita terhindar dari flu dan ambeien.
Keterlarutan kita dalam aktivitas
membuat hidup mengalir begitu saja, tanpa menyadari dan bersyukur atas
kenikmatan yang sedang dinikmati, seolah-olah bahwa memang seharusnya setiap
pagi saya bangun karena begitu jam biologi saya, udara pagi memang sudah
seharusnya segar dan menyehatkan, duduk di kereta biasa saja, saya sehat karena
memang saya bisa menjaga diri tidak seperti dua temenku yang flu dan
ambeien....
Selalu
ada kebaikan untuk disyukuri
Seorang karyawan berdiri di tepi
jalan menunggu bus yang akan membawanya ke tempat kerja datang. Tiba-tiba
kakinya digigit semut merah, karena rasa perih dan kesal dia marah dan
menginjak-injak semut yang menggigitnya dan beberapa ekor lainnya. Tidak ada
semut yang dengan sengaja menggigit manusia kalau tidak merasa hidupnya
terancam, itulah naluri binatang. Dengan marah dan kesal, ditambah lagi bus tak
kunjung datang, dia pindah tempat berdiri beberapa meter dari tempat dia
digigit semut. Selang beberapa detik dia meninggalkan tempat ada sebuah mobil
sedang menghantam keras trotoar dan terbalik tempat persis di tempat dia
berdiri sebelumnya. Selain Dia menyesali telah membunuh semut, sudah sepatutnya
dia bersyukur karena Tuhan baru saja menyelamatkan nyawanya dengan mengirimkan
semut untuk menggigitnya.
Tidak perlu hal besar seperti contoh
di atas, kita bisa membiasakan diri untuk bersyukur atas hal-hal kecil.
Bersyukut karena jalanan hari ini tidak terlalu macet, bahkan saat jalanan macetpun
kita masih bisa bersyukur karena tidak sampai membuat terlambat kerja, kalaupun
terlambat kerja karena macet masih saja ada yang perlu disyukuri bahwa Tuhan
masih memberikan pekerjaan, begitu seterusnya.
Diberi
Sakit untuk mensyukuri nikmat sehat
Sudah beberapa hari kuku kaki saya
cantengan, penyakit yang tidak keren, tapi sakitnya begitu menyiksa,
cenut-cenut luar biasa. Membayangkan nanti kalau sudah sembuh bisa main bola lagi,
bisa memakai sepatu kesayangan, bisa konsentrasi bekerka tanpa menahan rasa
sakit. Selama ini main bola ya main bola, pakai sepatu kesayangan biasa saja
dan konsentrasi kerja tidak terganggu memang seharunya begitu. Ingatlah ‘cantengan’
saat kita sehat, ingatlah tersiksanya pada saat sariawan yang sangat mengganggu
saat makan saat kita sedang makan, ingat bagaimana susahnya pada saat sumur
kita kering disaat kita berlimpah air, ingatlah begitu banyak orang tidak
memiliki pekerjaan sementara kita mendapatkan kesempatan bagus di perusahaan
yang saat ini.
Dengan mengingat hal-hal tersebut,
akan memunculkan rasa syukur, rasa syukur yang akan membuahkan kebahagiaan,
pikiran positif, hidup jadi produktif dan hidup menjadi sejahtera.
Salam Smart Life
Joko Ristono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar