Setelah membeli sebidang tanah untuk wihara, di tahun 1983,
mereka jatuh bangrut, banyak hutang, tidak ada tempat tinggal, tidak ada
bangunan di atas tanah tersebut, dan berminggu-minggu kemudian mereka hanya
tidur di atas papan bekas pintu. Yang mereka prioritaskan adalah secepatnya
membuat bangunan di atas sebidang tanah tersebut.
Karena tidak punya biaya, untuk membeli bahan-bahan saja
sudah cukup mahal, akhirnya tidak ada pilihan lain kecuali para biksu mendadak
menjadi tukang batu, belajar secepatnya bagaimana membuat pondasi, mengaduk
semen, menata batu bata, memasang pipa, meletakkan atap, pokoknya semuanya. Singkat
cerita kegiatan pembangunan dimulai. Ada yang bertugas jadi tukang kayu, ada
bertugas mengaduk semen, ada yang bertugas menjadi tukang menyusun batu bata
menjadi dinding bangunan.
Ternyata semua kegiatan jauh lebih sulit dibandingkan
dari yang dipelajari, menyusun batu bata kelihatannya sangat mudah, taruh
adukan semen secukupnya kemudian letakkan batu bata. Pukul-pukul dengan sekop
agar rata dengan garis benang yang sudah dipasang, begitu teorinya mudah
sekali. Saat dipukul bagian kiri, bagian kanan menyembul ke atas, begitu
sebaliknya. Namun karena tidak ada pilihan lain, dan para biksu punya banyak
waktu, dengan tekun mereka bekerja sebagai tukang dadakan. Lama kelamaan mulai
sedikit mahir menyusun batu bata. Tidak terasa beberapa hari kemudian sudah
berdiri tembok yang menjulang tinggi dari susunan batu bata. Dengan bangga sang
biksu memandangi hasil kerjanya, luar biasa, ternyata sayapun bisa menjadi
tukang batu, bagus sekali.
Sampai pada akhirnya sang biksu menemukan ada dua batu
bata di bagian bawah yang tidak rata, miring, sangat kelihatan tidak rapi, waah
jelek sekali hasil kerja saya ini. Diapun menghadap biksu kepala untuk
membongkar tembok dan mengulanginya dari awal karena di bagian bawah ada 2 batu
bata miring sehingga tembok ini jadi sangat jelek, menurutnya dia punya banyak
waktu, nggak masalah kalau harus mengulang dari awal pekerjaannya. Biksu kepala
bilang “tidak usah, biarkan saja temboknya seperti itu”.
Dua batu bata yang menghantui
kehidupan
Saat wihara sudah setengah jadi, mulai banyak pengunjung
yang datang. Ketika membawa tamu melewati tembok “dengan batu bata miring” sang
biksu selalu berusaha menghindarkan para tamu agar tidak menemukan dan melihat
dua batu bata miring, tentu para tamu akan bertanya ‘siapa orang bodoh yang
membuat tembok ini?’ begitu pikirnya.
Demikian seterusnya, setiap ada tamu, dia berusaha
menghindarkan dari “aib” dua batu bata miring tersebut. Hidupnya berjalan
dengan dihantui rasa bersalah dan kebodohan yang telah dia buat menyusun dua
batu bata miring. Menyedihkan.
Sampai akhirnya 4 bulan kemudia ada tamu yang berkomentar
“tembok ini indah sekali” begitu komentar sang tamu. “Apa? Apakah kacamata Anda
ketinggalan di mobil? Apakah penglihatan anda sedang terganggu? Ada tidak
melihat ada dua batu bata miring yang telah merusak keseluruhan tembok ini?
Sang tamu menjawab “iya saya melihat, tapi saya juga
melihat 998 bata rapi yang membuat tembok ini begitu indah” Sang biksu tertegun.
Setelah 4 bulan akhirnya dia dia bisa melihat 998 batu bata lainnya selain dua
batu bata miring itu.
Lebih banyak batu bata
yang bagus
“Saya tidak bisa melihat fakta bahwa batu bata yang bagus
jauh lebih banyak dibanding dua batu bata miring, itulah saya selalu berusaha
agar orang lain jangan sampai melihatnya. Sekarang setelah 20 tahun berlalu,
tembok itu tetap bediri tegap dan indah, bahkan saya lupa dimana persisnya
letak dua batu bata miring itu”
Begitulah kira-kira kebanyakan dari kita melihat dunia.
Selama ini yang membuat kita tidak bahagia, dan bahkan menyesai perkawinan
hanya karena Anda melihat “dua batu bata miring” dalam istri Anda. Kejelekan
dan kekurangan menjadi fokus perhatian, membuat kekecewaan, membuat marah, dan
pada akhirnya tidak bahagia. Kesetiaan istri ketutup dengan cara berbusana yang
tidak sesuai selera Anda, kerja keras istri mengurus rumah dan anak-anak ketutup
dengan model rambut istri yang menurut Anda jadul, kemapuan istri tersiksa rasa
bosan karena sehari-hari hanya di rumah tidak kelihatan di mata Anda.
Sebagai karyawan, sudah semestinya mengabdikan diri 100%
tenaga dan pikiran kepada perusahaan, karena faktanya rejeki kita didapat melalui
perusahaan tempan Anda bekerja. Namun berapa banyak karyawan malas-malasan,
tidak antusias, demotivasi karena melihat ada kekurangan dalam perusahaan. Kalau
tunjangan transportasi saya ditambah, saya akan bekerja mati-matian, kalau
skema komisinya tidak seperti saat ini yang belih banyak merugikan karyawan, sudah
pasti mereka akan meningkat produktivitasnya.
Karyawan fokus pada “dua batu bata miring” di dalam
perusahaan, bukankan ada 998 batu bata bagus.
Setiap orang punya 998
batu bata bagus
Mari merubah cara pandang kita, dalam manajemen sering di
sebut positive thinking. Awalnya susah untuk dilakukan, setelah berlatih dan
terbiasa akan menjadi mudah. Seperti biksu yang tidak tahu menahu bagaiman
menjadi tukang, akhirnya berhasil membuat sebuah bangunan dengan tembok yang
indah.
Percayalah bahwa dalam diri manusia jauh lebih banyak
batu bata bagus dibandingkan dengan batu bata miring, kita rubah fokus pada
kelebihan-kelebihan bukan pada kekurangan. Melihat kekurangan berakibat buruk dan
merugikan diri sendiri
Selamat mencoba
Salam Smart Life
Joko Ristono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar