Jumat, 27 Mei 2016

FOKUS PADA 2 BATU BATA MIRING

Dalam buku ‘si cacing dan kotoran kesayangannya’, Ajahn Brahm membuka dengan artikel berjudul “dua bata jelek”. Makna dari cerita tersebut sangat dalam, menyentak hati siapa saja yang membacanya, menyadarkan betapa kita sering terlarut dalam kesedihan tidak berasalan.

Setelah membeli sebidang tanah untuk wihara, di tahun 1983, mereka jatuh bangrut, banyak hutang, tidak ada tempat tinggal, tidak ada bangunan di atas tanah tersebut, dan berminggu-minggu kemudian mereka hanya tidur di atas papan bekas pintu. Yang mereka prioritaskan adalah secepatnya membuat bangunan di atas sebidang tanah tersebut.

Karena tidak punya biaya, untuk membeli bahan-bahan saja sudah cukup mahal, akhirnya tidak ada pilihan lain kecuali para biksu mendadak menjadi tukang batu, belajar secepatnya bagaimana membuat pondasi, mengaduk semen, menata batu bata, memasang pipa, meletakkan atap, pokoknya semuanya. Singkat cerita kegiatan pembangunan dimulai. Ada yang bertugas jadi tukang kayu, ada bertugas mengaduk semen, ada yang bertugas menjadi tukang menyusun batu bata menjadi dinding bangunan.

Ternyata semua kegiatan jauh lebih sulit dibandingkan dari yang dipelajari, menyusun batu bata kelihatannya sangat mudah, taruh adukan semen secukupnya kemudian letakkan batu bata. Pukul-pukul dengan sekop agar rata dengan garis benang yang sudah dipasang, begitu teorinya mudah sekali. Saat dipukul bagian kiri, bagian kanan menyembul ke atas, begitu sebaliknya. Namun karena tidak ada pilihan lain, dan para biksu punya banyak waktu, dengan tekun mereka bekerja sebagai tukang dadakan. Lama kelamaan mulai sedikit mahir menyusun batu bata. Tidak terasa beberapa hari kemudian sudah berdiri tembok yang menjulang tinggi dari susunan batu bata. Dengan bangga sang biksu memandangi hasil kerjanya, luar biasa, ternyata sayapun bisa menjadi tukang batu, bagus sekali.

Sampai pada akhirnya sang biksu menemukan ada dua batu bata di bagian bawah yang tidak rata, miring, sangat kelihatan tidak rapi, waah jelek sekali hasil kerja saya ini. Diapun menghadap biksu kepala untuk membongkar tembok dan mengulanginya dari awal karena di bagian bawah ada 2 batu bata miring sehingga tembok ini jadi sangat jelek, menurutnya dia punya banyak waktu, nggak masalah kalau harus mengulang dari awal pekerjaannya. Biksu kepala bilang “tidak usah, biarkan saja temboknya seperti itu”.

Dua batu bata yang menghantui kehidupan
Saat wihara sudah setengah jadi, mulai banyak pengunjung yang datang. Ketika membawa tamu melewati tembok “dengan batu bata miring” sang biksu selalu berusaha menghindarkan para tamu agar tidak menemukan dan melihat dua batu bata miring, tentu para tamu akan bertanya ‘siapa orang bodoh yang membuat tembok ini?’ begitu pikirnya.

Demikian seterusnya, setiap ada tamu, dia berusaha menghindarkan dari “aib” dua batu bata miring tersebut. Hidupnya berjalan dengan dihantui rasa bersalah dan kebodohan yang telah dia buat menyusun dua batu bata miring. Menyedihkan.

Sampai akhirnya 4 bulan kemudia ada tamu yang berkomentar “tembok ini indah sekali” begitu komentar sang tamu. “Apa? Apakah kacamata Anda ketinggalan di mobil? Apakah penglihatan anda sedang terganggu? Ada tidak melihat ada dua batu bata miring yang telah merusak keseluruhan tembok ini?

Sang tamu menjawab “iya saya melihat, tapi saya juga melihat 998 bata rapi yang membuat tembok ini begitu indah” Sang biksu tertegun. Setelah 4 bulan akhirnya dia dia bisa melihat 998 batu bata lainnya selain dua batu bata miring itu.

Lebih banyak batu bata yang bagus
“Saya tidak bisa melihat fakta bahwa batu bata yang bagus jauh lebih banyak dibanding dua batu bata miring, itulah saya selalu berusaha agar orang lain jangan sampai melihatnya. Sekarang setelah 20 tahun berlalu, tembok itu tetap bediri tegap dan indah, bahkan saya lupa dimana persisnya letak dua batu bata miring itu”

Begitulah kira-kira kebanyakan dari kita melihat dunia. Selama ini yang membuat kita tidak bahagia, dan bahkan menyesai perkawinan hanya karena Anda melihat “dua batu bata miring” dalam istri Anda. Kejelekan dan kekurangan menjadi fokus perhatian, membuat kekecewaan, membuat marah, dan pada akhirnya tidak bahagia. Kesetiaan istri ketutup dengan cara berbusana yang tidak sesuai selera Anda, kerja keras istri mengurus rumah dan anak-anak ketutup dengan model rambut istri yang menurut Anda jadul, kemapuan istri tersiksa rasa bosan karena sehari-hari hanya di rumah tidak kelihatan di mata Anda.

Sebagai karyawan, sudah semestinya mengabdikan diri 100% tenaga dan pikiran kepada perusahaan, karena faktanya rejeki kita didapat melalui perusahaan tempan Anda bekerja. Namun berapa banyak karyawan malas-malasan, tidak antusias, demotivasi karena melihat ada kekurangan dalam perusahaan. Kalau tunjangan transportasi saya ditambah, saya akan bekerja mati-matian, kalau skema komisinya tidak seperti saat ini yang belih banyak merugikan karyawan, sudah pasti mereka akan meningkat produktivitasnya.

Karyawan fokus pada “dua batu bata miring” di dalam perusahaan, bukankan ada 998 batu bata bagus.

Setiap orang punya 998 batu bata bagus
Mari merubah cara pandang kita, dalam manajemen sering di sebut positive thinking. Awalnya susah untuk dilakukan, setelah berlatih dan terbiasa akan menjadi mudah. Seperti biksu yang tidak tahu menahu bagaiman menjadi tukang, akhirnya berhasil membuat sebuah bangunan dengan tembok yang indah.

Percayalah bahwa dalam diri manusia jauh lebih banyak batu bata bagus dibandingkan dengan batu bata miring, kita rubah fokus pada kelebihan-kelebihan bukan pada kekurangan. Melihat kekurangan berakibat buruk dan merugikan diri sendiri


Selamat mencoba



Salam Smart Life

Joko Ristono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 27 Mei 2016

FOKUS PADA 2 BATU BATA MIRING

Dalam buku ‘si cacing dan kotoran kesayangannya’, Ajahn Brahm membuka dengan artikel berjudul “dua bata jelek”. Makna dari cerita tersebut sangat dalam, menyentak hati siapa saja yang membacanya, menyadarkan betapa kita sering terlarut dalam kesedihan tidak berasalan.

Setelah membeli sebidang tanah untuk wihara, di tahun 1983, mereka jatuh bangrut, banyak hutang, tidak ada tempat tinggal, tidak ada bangunan di atas tanah tersebut, dan berminggu-minggu kemudian mereka hanya tidur di atas papan bekas pintu. Yang mereka prioritaskan adalah secepatnya membuat bangunan di atas sebidang tanah tersebut.

Karena tidak punya biaya, untuk membeli bahan-bahan saja sudah cukup mahal, akhirnya tidak ada pilihan lain kecuali para biksu mendadak menjadi tukang batu, belajar secepatnya bagaimana membuat pondasi, mengaduk semen, menata batu bata, memasang pipa, meletakkan atap, pokoknya semuanya. Singkat cerita kegiatan pembangunan dimulai. Ada yang bertugas jadi tukang kayu, ada bertugas mengaduk semen, ada yang bertugas menjadi tukang menyusun batu bata menjadi dinding bangunan.

Ternyata semua kegiatan jauh lebih sulit dibandingkan dari yang dipelajari, menyusun batu bata kelihatannya sangat mudah, taruh adukan semen secukupnya kemudian letakkan batu bata. Pukul-pukul dengan sekop agar rata dengan garis benang yang sudah dipasang, begitu teorinya mudah sekali. Saat dipukul bagian kiri, bagian kanan menyembul ke atas, begitu sebaliknya. Namun karena tidak ada pilihan lain, dan para biksu punya banyak waktu, dengan tekun mereka bekerja sebagai tukang dadakan. Lama kelamaan mulai sedikit mahir menyusun batu bata. Tidak terasa beberapa hari kemudian sudah berdiri tembok yang menjulang tinggi dari susunan batu bata. Dengan bangga sang biksu memandangi hasil kerjanya, luar biasa, ternyata sayapun bisa menjadi tukang batu, bagus sekali.

Sampai pada akhirnya sang biksu menemukan ada dua batu bata di bagian bawah yang tidak rata, miring, sangat kelihatan tidak rapi, waah jelek sekali hasil kerja saya ini. Diapun menghadap biksu kepala untuk membongkar tembok dan mengulanginya dari awal karena di bagian bawah ada 2 batu bata miring sehingga tembok ini jadi sangat jelek, menurutnya dia punya banyak waktu, nggak masalah kalau harus mengulang dari awal pekerjaannya. Biksu kepala bilang “tidak usah, biarkan saja temboknya seperti itu”.

Dua batu bata yang menghantui kehidupan
Saat wihara sudah setengah jadi, mulai banyak pengunjung yang datang. Ketika membawa tamu melewati tembok “dengan batu bata miring” sang biksu selalu berusaha menghindarkan para tamu agar tidak menemukan dan melihat dua batu bata miring, tentu para tamu akan bertanya ‘siapa orang bodoh yang membuat tembok ini?’ begitu pikirnya.

Demikian seterusnya, setiap ada tamu, dia berusaha menghindarkan dari “aib” dua batu bata miring tersebut. Hidupnya berjalan dengan dihantui rasa bersalah dan kebodohan yang telah dia buat menyusun dua batu bata miring. Menyedihkan.

Sampai akhirnya 4 bulan kemudia ada tamu yang berkomentar “tembok ini indah sekali” begitu komentar sang tamu. “Apa? Apakah kacamata Anda ketinggalan di mobil? Apakah penglihatan anda sedang terganggu? Ada tidak melihat ada dua batu bata miring yang telah merusak keseluruhan tembok ini?

Sang tamu menjawab “iya saya melihat, tapi saya juga melihat 998 bata rapi yang membuat tembok ini begitu indah” Sang biksu tertegun. Setelah 4 bulan akhirnya dia dia bisa melihat 998 batu bata lainnya selain dua batu bata miring itu.

Lebih banyak batu bata yang bagus
“Saya tidak bisa melihat fakta bahwa batu bata yang bagus jauh lebih banyak dibanding dua batu bata miring, itulah saya selalu berusaha agar orang lain jangan sampai melihatnya. Sekarang setelah 20 tahun berlalu, tembok itu tetap bediri tegap dan indah, bahkan saya lupa dimana persisnya letak dua batu bata miring itu”

Begitulah kira-kira kebanyakan dari kita melihat dunia. Selama ini yang membuat kita tidak bahagia, dan bahkan menyesai perkawinan hanya karena Anda melihat “dua batu bata miring” dalam istri Anda. Kejelekan dan kekurangan menjadi fokus perhatian, membuat kekecewaan, membuat marah, dan pada akhirnya tidak bahagia. Kesetiaan istri ketutup dengan cara berbusana yang tidak sesuai selera Anda, kerja keras istri mengurus rumah dan anak-anak ketutup dengan model rambut istri yang menurut Anda jadul, kemapuan istri tersiksa rasa bosan karena sehari-hari hanya di rumah tidak kelihatan di mata Anda.

Sebagai karyawan, sudah semestinya mengabdikan diri 100% tenaga dan pikiran kepada perusahaan, karena faktanya rejeki kita didapat melalui perusahaan tempan Anda bekerja. Namun berapa banyak karyawan malas-malasan, tidak antusias, demotivasi karena melihat ada kekurangan dalam perusahaan. Kalau tunjangan transportasi saya ditambah, saya akan bekerja mati-matian, kalau skema komisinya tidak seperti saat ini yang belih banyak merugikan karyawan, sudah pasti mereka akan meningkat produktivitasnya.

Karyawan fokus pada “dua batu bata miring” di dalam perusahaan, bukankan ada 998 batu bata bagus.

Setiap orang punya 998 batu bata bagus
Mari merubah cara pandang kita, dalam manajemen sering di sebut positive thinking. Awalnya susah untuk dilakukan, setelah berlatih dan terbiasa akan menjadi mudah. Seperti biksu yang tidak tahu menahu bagaiman menjadi tukang, akhirnya berhasil membuat sebuah bangunan dengan tembok yang indah.

Percayalah bahwa dalam diri manusia jauh lebih banyak batu bata bagus dibandingkan dengan batu bata miring, kita rubah fokus pada kelebihan-kelebihan bukan pada kekurangan. Melihat kekurangan berakibat buruk dan merugikan diri sendiri


Selamat mencoba



Salam Smart Life

Joko Ristono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar