Dalam dekade saat ini dan masa lalu ketika lebih dari 600 tahun yang sudah
lewat banyak sekali metode atau cara untuk memperlakukan sesuatu hal, membuat,
memberikan nilai tambah, dll. Dalam arti sempit bisa dikatakan banyak sekali
ilmu terdefinisikan. Ini berjalan dari sejak Nabi Adam, diturunkan ke bumi ini
sampai dengan saat ini, sudah tidak mungkin lagi bisa dihitung metode yang
telah terdefinisikan.
Mengapa saya sampaikan “terdefinisikan”? mengapa tidak dengan kata
menemukan?
Misalnya saja, cara orang memperlakukan daging hewan untuk menjadi
binatang. Sebut saja kambing, agar lebih sempit. Dari masa ke masa, dari tempat
satu ke tempat lain, memiliki metode memasak yang berbeda. Dan itu saja sudah
tidak terhitung. Dari santapan yang cukup dibakar tanpa proses pembersihan,
dipotong, ditumpuk batu dan dibakar sampai dengan daging di cincang lembut
dengan mesin dan dibungkus, sampai dengan berbentuk sosis. Banyak ragam bukan?
Ini tidak saya sebut sebagai penemuan, tetapi “mendefinisikan”. Definisi
dari mana sebenarnya? Saya yakin sekali hal ini, secara langsung maupun tidak
langsung, dengan proses atau tanpa proses belajar, seperti halnya pemasangan
microchip ke dalam brain kita dari
Tuhan. Karena satu-satunya yang maha ilmu adalah Tuhan. Tidak ada suatu makhluk
pun yang memiliki keilmuan selain dari Tuhan.
Berangkat dari contoh diatas, sangat jelas terlihat, proses training yang
dilakukan Tuhan kepada makhluk dengan 2 cara. Langsung, sehingga ketika
lahir makhluk tersebut sudah mengarah pada metode tertentu. Cara kedua adalah tidak
langsung, ini melalui makhluk yang lainnya. Ada proses pembelajaran dengan
melihat, memasukkan ke dalam fikiran dan mengolah, melakukan coba-coba, dan
baru tumbuh keyakinan untuk melakukan hal tersebut.
Karena banyaknya metode yang sudah terdefinisikan, sangat diperlukan adanya
transfer metode tersebut dari satu makhluk ke makhluk lainnya, khusus untuk hal
yang tidak di trainingkan Tuhan secara langsung. Perlu terjadi modifikasi dari
setiap metode, sehingga terdefinisikan metode baru lagi. Jika proses training
ini tidak berlanjut, maka akan menjadi terputus dan terkubur metode tersebut.
Sebagai contoh, negeri kita banyak sekali ragam budaya yang dimiliki.
Banyak budaya tersebut yang terkubur baik secara sengaja maupun yang tidak
sengaja. Atau ada sebagian yang terkubur, jelas karena proses training yang
terputus. Tidak ada jalur informasi lagi. Tidak ada yang melihat lagi, sehingga
tidak di fikirkan dan dipertimbangkan, tidak ada yang mencoba kembali. Suatu
saat hanya ada sebagian yang tinggal kabarnya, dengar karena tidak melihat dan
mencoba, hanya menjadi sebuah cerita. Yang akhirnya terkubur. Seperti permainan
anak-anak masa lalu, yang sekarang sudah sangat sedikit yang mengenal apalagi
memperagakan.
Agar proses definisi pengetahuan di dunia ini tidak terputus, Tuhan sudah
merancang system yang sangat canggih.
Dari mulai seleksi seorang trainer sampai dengan cara memberikan trainingnya.
Kalau dalam bidang HRD, Tuhan sudah menyiapkan system dari seleksi, maintain sampai pengembangannya, dan bukan itu
saja, sampai ketika suatu waktu orang tersebut sudah tidak ada lagi.
Kita tengok jauh lebih dari 600 tahun yang lalu, ketika Tuhan memilih satu
utusan di dunia. Beberapa sifat wajib ketika “rekrutmen” harus cerdas pandai,
bisa menjadi trainer (bersifat transformer), bisa dipercaya dan
loyal, berfikir positif, jujur dan baik. Dalam sejarah dunia sifat-sifat
ini dimiliki oleh orang-orang besar yang mampu mendefinisikan suatu metode
besar. Jika Tuhan salah dalam seleksi, misalnya tidak ada sifat trainer, maka
akan terputuslah peradaban dan terkubur. Tidak ada proses transformasi
pengetahuan. Dunia akan mati. Tidak ada perubahan.
Dari hal ini, sangat jelas terlihat bagaimana pentingnya menjadi seorang
trainer, seorang transformer, seorang yang dengan ikhlas berbagi metode yang
telah terdefinisikan, baik olehnya sendiri maupun yang telah didefinisikan
orang lain. Tidak ada trainer, dunia terkubur. Trainer disini, berarti
orang yang mau peduli berbagi. Entah itu seorang guru, motivator,
inspirator, ustadz, pendeta ataupun siapa saja. Tidak ada yang nomor satu,
karena masing-masing memiliki peran yang telah ditentukan Tuhan. Masing-masing
memiliki kewajiban yang sama, dalam situasi, luasan yang berbeda.
Selamat dan salam untuk para trainer, yang telah menjalankan satu kewajiban
dari Tuhan, saya yakin Tuhan yang sangat baik bahkan Maha Baik akan segera
membalasnya.
Mari Kita Berbagi Semangat!
Bondan Seno Preasetyadi
Bahana Artha Globalindo
Sebaik-baiknya
manusia di muka bumi ini adalah manusia yang bermanfaat untuk semakin
banyak orang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar