Data adalah hal kecil yang memiliki dampak besar. Industri ritel
telah mengalami perubahan besar karena data. Cara kerja industri ritel telah
mengalami evolusi sejalan dengan evolusi data itu sendiri. Tidak seperti
teknologi yang memberikan perubahan besar dalam waktu yang singkat, data
bekerja seperti tetesan air di batu. Pelan tapi pasti. Mari kita lihat,
perbedaan apa saja yang terjadi berkat si data ini.
Selama berpuluh tahun, industri retail secara tradisional berfokus
pada akuisisi pelanggan baru. Selama itu pula program promosi yang dipercaya
adalah program loyalitas pelanggan. Program ini digunakan untuk meningkatkan traffic
toko sekaligus loyalitas merek. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.
Sama seperti sekarang, sekian puluh tahun yang lalu pun performa
dihitung berdasarkan data. Sayangnya, data yang dipakai saat itu hanya data
penjualan dan data tersebut tidak bisa menangkap keseluruhan perilaku
pelanggan. Karenanya, pertumbuhan bisnis biasanya secara tidak langsung mengacu
pada akuisisi pelanggan.
Namun, ketika data pelanggan yang tersedia semakin lengkap pun,
pendekatan terhadap loyalitas pelanggan seperti jalan di tempat. Informasi
tentang preferensi dan perilaku pelanggan semakin lengkap tetapi banyak retailer
dan pemilik merek yang masih saja menggunakan strategi bisnis dengan model
akuisisi zaman baheula. Banyak perusahaan masih menginvestasikan 80 persen
sumber daya mereka untuk akuisisi pelanggan, dan 20 persen sisanya untuk
pelanggan lama.
Mengukur kesuksesan berdasarkan akuisisi pelanggan sepertinya
memang kebiasaan yang sulit dipatahkan. Misalnya saja retailer consumer
goods. Bagi mereka loyalitas pelanggan ditentukan dan dikendalikan
berdasarkan pada filosofi manajemen merek lama. Filosofi tersebut mengatakan
bahwa meningkatkan market share adalah prioritas dan hal tersebut
diperoleh melalui akuisisi pelanggan.
Namun, data yang tersedia saat ini pada akhirnya mampu memaksa
pemilik merek untuk memahami pentingnya pelanggan. Dengan data dari loyalty card,
solusi digital, dan sumber lainnya para retailer dapat melihat perilaku
pembelian dari hari ke hari.
Dari data itu juga terlihat bagaimana tiap segmen pelanggan
menanggapi berbeda kebijakan yang dibuat perusahaan. Hal inilah yang pada
akhirnya membuat para retailer melihat dan mulai memahami apa arti sesungguhnya
kesetiaan pelanggan.
Keseluruhan cerita ini menunjukkan kepada kita bahwa kesadaran
tentang pentingnya loyalitas pelanggan berawal dari pola pikir. Perubahan pola
pikir membuat para retailer berpaling 180 derajat dari filosofi konvensional
akuisisi pelanggan. Data perilaku pelanggan juga telah mematahkan beberapa
mitos sekaligus menguatkan sejumlah keyakinan yang telah ada.
Misalnya saja keyakinan tentang nilai pelanggan setia. Selama ini
kita percaya bahwa seorang pelanggan setia 10-20 persen lebih bernilai dari
pelanggan yang tidak memiliki keterikatan dengan merek. Data menguatkan
keyakinan ini dengan temuannya yang menyatakan bahwa sejumlah kecil pelanggan
setia (20-35 persen) menyumbang hingga 80 persen dari total penjualan.
Terbayang kerugian yang diderita bila kehilangan satu saja dari mereka.
Di lain pihak, hasil analisis data berhasil mematahkan keyakinan
yang menyatakan bahwa pertumbuhan yang berkesinambungan diperoleh dari akuisisi
pelanggan baru. Pada kenyataannya data berbicara lain. Pertumbuhan yang
berkesinambungan justru diperoleh dengan mengelola pelanggan setia. Semakin
banyak pelanggan setia yang kita miliki, pertumbuhan akan semakin stabil.
Be SmartLife
Joko Ristono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar